Bismillahirrohmanirrohiim
Assalamu'alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuhu,
(Berikut saya kirimkan sebuah kejadian yang terdapat
dalam buku "Memoar Hasan Al-Banna", semoga kita bisa
meneladaninya....amin.)
Sudah menjadi kebiasaan kami, dalam rangka
memperingati maulid Nabi setiap malam sejak tanggal 1
hingga 12 Rabi'ul Awal secara berombongan dan
bergiliran selalu mengunjungi rumah salah seorang
ikhwan. Malam itu tibalah giliran rumah Syaikh Syalbi
Ar-Rijal yang menjadi jadwal kunjungan. Kamipun
berangkat seperti biasanya, setelah 'Isya.Kami
berangkat secara berombongan dengan mengalunkan
qasidah (nasyid) dengan penuh gembira.
Saya melihat rumah Syaikh Syalbi sangat terang, bersih
dan rapi. Dihidangkanlah serbat, kopi, dan qirfah
seperti biasanya. Kami duduk dan meminta
nasihat-nasihat Syaikh Syalbi. Ketika kami hendak
pergi, ia berkata dengan senyum yang lembut,"
Datanglah kalian besok pagi-pagi sekali, agar kita
bisa menguburkan Ruhiyah bersama-sama." Ruhiyah adalah
putri beliau
satu-satunya. Allah mengaruniakan Ruhiyah kepadanya
kurang lebih setelah sebelas tahun dari usia
pernikahannya. Ia sangat mencintainya, sehingga ia
tidak pernah meninggalkan sekalipun sedang sibuk
bekerja. Ruhiyah kemudian tumbuh menjadi seorang
gadis. Ia menamai "RUHIYAH" karena putrinya ini
menempati kedudukan "ruh" pada dirinya. Tentu kami
terperanjat. "Kapan ia meninggal?" tanya kami spontan.
"Tadi, menjelang maghrib!" jawabnya
tenang. "Kenapa Syaikh tidak memberi kami semenjak
tadi, sehingga kami dapat mengajak kawan yang lain
untuk kemari bersama-sama?"
Ia menjawab,"Apa yang terjadi telah meringankan
kesedihanku. Pemakaman telah berubah menjadi peristiwa
yang membahagiakan. Apakah kalian masih menginginkan
nikmat Allah yang lebih besar lagi dari pada nikmat
ini?" Pembicaraanpun akhirnya berubah menjadi
pelajaran tasawuf yang disampaikan oleh Syaikh Syalbi.
Beliau mengemukakan bahwa kematian putrinya itu adalah
kecemburuan Allah kepada hatinya. Memang sesungguhnya
Allah swt. merasa cemburu kepada hati para hamba-Nya
yang shalih, apabila sampai terikat dengan selain-Nya,
atau apabila ia berpaling kepada selain-Nya.
Beliau mengambil bukti dalil dengan kisah Ibrahim as.
Hati Ibrahim terikat dengan Ismail, sehingga akhirnya
Allah swt. memerintahkannya untuk menyembelih putranya
Ismail. Ketika hati nabi Ya'qub terikat dengan Yusuf,
Allah swt. pun membuat Yusuf hilang dari sisinya
sekian tahun. Oleh karena itu, seharusnya jangan
sampai hati seorang hamba itu terikat dengan selain
Allah swt. Kalau tidak demikian, maka sebenarnya ia
adalah pendusta dalam hal pengakuan kecintaannya.
Beliau juga membawakan kisah Al-Fudhail bin 'Iyadh.
Fudhail pernah memegang tangan putrinya yang
terkecil dan mengecupnya, lalu putrinya itu bertanya
kepadanya, "Wahai ayahanda, apakah ayah mencintaiku?"
Tentu saja putriku," jawab sang ayah. Lalu ia
berkata,"Demi Allah, sebelum hari ini, saya tidak
pernah mengira bahwa ayah sebagai seorang pendusta."
Fudhail bertanya," Bagaimana bisa begitu? Berapa kali
saya berdusta?" Ia menjawab,"Saya telah mengira bahwa
dengan keberadaan ayah yang seperti ini dalam
berhubungan dengan Allah, berarti ayah tidak mencintai
seorang pun selain-Nya. "Fudhail pun menangis seraya
berkata,"Duhai Tuhanku, sampai anak sekecil ini dapat
membongkar riya' hamba-Mu yang bernama Fudahil ini?"
Demikianlah pelajaran Syaikh Syalbi dari sebuah
pembicaraan menjadi sebuah pelajaran. Syaikh Syalbi
berupaya membahagiakan dan melembutkan hati kami
seraya memalingkannya dari kepedihan musibah ini.
Setelah itu kami pun pulang. Kami tidak mendengar
sama sekali suara wanita yang meratap dan
tidak mendengar adanya kata-kata kotor. Yang kami
lihat hanyalah ekspresi kesabaran dan kepasrahan
kepada Allah Yang Mahatinggi dan Mahabesar.
Wa min Allah at Taufiq
Dari
Memoar hasan al Banna
Assalamu'alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuhu,
(Berikut saya kirimkan sebuah kejadian yang terdapat
dalam buku "Memoar Hasan Al-Banna", semoga kita bisa
meneladaninya....amin.)
Sudah menjadi kebiasaan kami, dalam rangka
memperingati maulid Nabi setiap malam sejak tanggal 1
hingga 12 Rabi'ul Awal secara berombongan dan
bergiliran selalu mengunjungi rumah salah seorang
ikhwan. Malam itu tibalah giliran rumah Syaikh Syalbi
Ar-Rijal yang menjadi jadwal kunjungan. Kamipun
berangkat seperti biasanya, setelah 'Isya.Kami
berangkat secara berombongan dengan mengalunkan
qasidah (nasyid) dengan penuh gembira.
Saya melihat rumah Syaikh Syalbi sangat terang, bersih
dan rapi. Dihidangkanlah serbat, kopi, dan qirfah
seperti biasanya. Kami duduk dan meminta
nasihat-nasihat Syaikh Syalbi. Ketika kami hendak
pergi, ia berkata dengan senyum yang lembut,"
Datanglah kalian besok pagi-pagi sekali, agar kita
bisa menguburkan Ruhiyah bersama-sama." Ruhiyah adalah
putri beliau
satu-satunya. Allah mengaruniakan Ruhiyah kepadanya
kurang lebih setelah sebelas tahun dari usia
pernikahannya. Ia sangat mencintainya, sehingga ia
tidak pernah meninggalkan sekalipun sedang sibuk
bekerja. Ruhiyah kemudian tumbuh menjadi seorang
gadis. Ia menamai "RUHIYAH" karena putrinya ini
menempati kedudukan "ruh" pada dirinya. Tentu kami
terperanjat. "Kapan ia meninggal?" tanya kami spontan.
"Tadi, menjelang maghrib!" jawabnya
tenang. "Kenapa Syaikh tidak memberi kami semenjak
tadi, sehingga kami dapat mengajak kawan yang lain
untuk kemari bersama-sama?"
Ia menjawab,"Apa yang terjadi telah meringankan
kesedihanku. Pemakaman telah berubah menjadi peristiwa
yang membahagiakan. Apakah kalian masih menginginkan
nikmat Allah yang lebih besar lagi dari pada nikmat
ini?" Pembicaraanpun akhirnya berubah menjadi
pelajaran tasawuf yang disampaikan oleh Syaikh Syalbi.
Beliau mengemukakan bahwa kematian putrinya itu adalah
kecemburuan Allah kepada hatinya. Memang sesungguhnya
Allah swt. merasa cemburu kepada hati para hamba-Nya
yang shalih, apabila sampai terikat dengan selain-Nya,
atau apabila ia berpaling kepada selain-Nya.
Beliau mengambil bukti dalil dengan kisah Ibrahim as.
Hati Ibrahim terikat dengan Ismail, sehingga akhirnya
Allah swt. memerintahkannya untuk menyembelih putranya
Ismail. Ketika hati nabi Ya'qub terikat dengan Yusuf,
Allah swt. pun membuat Yusuf hilang dari sisinya
sekian tahun. Oleh karena itu, seharusnya jangan
sampai hati seorang hamba itu terikat dengan selain
Allah swt. Kalau tidak demikian, maka sebenarnya ia
adalah pendusta dalam hal pengakuan kecintaannya.
Beliau juga membawakan kisah Al-Fudhail bin 'Iyadh.
Fudhail pernah memegang tangan putrinya yang
terkecil dan mengecupnya, lalu putrinya itu bertanya
kepadanya, "Wahai ayahanda, apakah ayah mencintaiku?"
Tentu saja putriku," jawab sang ayah. Lalu ia
berkata,"Demi Allah, sebelum hari ini, saya tidak
pernah mengira bahwa ayah sebagai seorang pendusta."
Fudhail bertanya," Bagaimana bisa begitu? Berapa kali
saya berdusta?" Ia menjawab,"Saya telah mengira bahwa
dengan keberadaan ayah yang seperti ini dalam
berhubungan dengan Allah, berarti ayah tidak mencintai
seorang pun selain-Nya. "Fudhail pun menangis seraya
berkata,"Duhai Tuhanku, sampai anak sekecil ini dapat
membongkar riya' hamba-Mu yang bernama Fudahil ini?"
Demikianlah pelajaran Syaikh Syalbi dari sebuah
pembicaraan menjadi sebuah pelajaran. Syaikh Syalbi
berupaya membahagiakan dan melembutkan hati kami
seraya memalingkannya dari kepedihan musibah ini.
Setelah itu kami pun pulang. Kami tidak mendengar
sama sekali suara wanita yang meratap dan
tidak mendengar adanya kata-kata kotor. Yang kami
lihat hanyalah ekspresi kesabaran dan kepasrahan
kepada Allah Yang Mahatinggi dan Mahabesar.
Wa min Allah at Taufiq
Dari
Memoar hasan al Banna
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar